Mengapa seorang Kejawen Sejati memberikan sajen? Hal ini dikarenakan
oleh tata krama sopan santun kepada pihak lain (alam, mahluk halus,
sesepuh, orang lain, dsb) yang harus dicerminkan oleh seorang Kejawen.
Analoginya, dengan kita menyembah Gusti, tidak berarti kita tidak
menyuguhkan kenalan atau tetangga kita yang berkunjung ke rumah kita.
Dalam kehidupan ini, agama mana yang tidak mempercayai alam gaib, atau
kehidupan lain di bumi ini? Dalam Kedjawen, kepercayaan itu dituangkan
pula dalam pola sopan santun kepada mahluk halus yang termasuk dalam
kategori pihak lain (alam, mahluk halus, sesepuh, orang lain, dsb) yang
ada di sekitar kita.
Atau sebaliknya, jika kita menyuguhkan sajian kepada tamu kita yang
datang ke rumah kita, apakah artinya kita menyembah tamu kita tersebut?
Jawabnya tentu tidak bukan?
Mengapa malam Jum’at? Seorang Kejawen mempercayai bahwa malam Jum’at adalah malam dimana para sesepuh (baik itu mahluk halus maupun orang tua/saudara/kerabat yang sudah tidak ada) mengunjungi anak wayahnya.
Apa yang disuguhkan? Untuk menghormati para sesepuh,
kita sebaiknya menyuguhkan hidangan seperti layaknya menyuguhkan tamu
kita, minuman teh atau kopi (tidak menutup kemungkinan jika kita juga
ingin menyediakan rokok, bunga melati sebagai wangi-wangian, dsb)
sebagai simbol penghormatan kita kepada para sesepuh
atau tamu kita. Jadi, hal ini merupakan bentuk sopan santun kita kepada
para sesepuh, maupun mahluk halus yang kita rasa sering berkunjung ke
rumah kita.
Mengapa disebut sesepuh? Karena mereka umumnya mempunyai umur yang jauh
di atas kita. Sehingga mereka layak disebut sesepuh. Begitu juga kakek
buyut kita atau orang tua kita yang sudah meninggal. Dimana mereka
selalu menengok anak-cucunya pada malam Jum’at.
Jadi kita tidak menyembah sesepuh kita melebihi Gusti? Absolut tidak,
kalau dibalik dengan pertanyaan, apakah anda menyuguhkan kenalan anda
waktu mereka bertamu ke rumah anda, berarti anda menyembah tamu anda?
Mengapa waktu memberikan sesajen, bersikap seolah menyembah? Ini memang ada kesalahan gesture
antara menyembah Gusti dengan memberi hormat kepada sesepuh. Sebenarnya
dalam Kejawen menjembah Gusti, tangan diletakan di atas kepala atau
bersentuhan dengan dahi. Yang memiliki makna, posisi Gusti adalah
absolut di atas segala-galanya. Sedangkan untuk memberi salam hormat
kepada sesepuh tangan/jempol menyentuh dagu, yang memiliki makna bahwa
seorang Kejawen tidak boleh berbuat sembrono/sembarangan (baik prilaku
maupun bertutur kata), kepada orang atau mahluk yang lebih sepuh.
Sementara memberi salam hormat kepada sesama adalah dengan
tangan/jempol menyentuh dada, yang memiliki makna, bahwa seorang
Kejawen menghormati sesamanya dengan hati yang tulus dan ikhlas.
Jadi jelas bahwa Seorang Kejawen harus menjaga keseimbangan sopan
santun dengan pihak lain (alam, mahluk halus, sesepuh, orang lain, dsb)